Karmaka Surjaudaja punya jalan hidup yang cukup panjang dan berliku sebelum akhirnya menjadi pendiri PT Bank OCBC NISP Tbk. Jauh sebelum jadi bankir, dia pernah menjadi buruh pabrik.
Selain sebagai buruh pabrik, dia juga mengikuti jejak sang ayah menjadi guru di Sekolah Dasar dan Menengah Nan Hua Bandung sekitar tahun 1959 serta guru les. Semua dilakukannya karena gaji sebagai guru yang kecil.
Pekerjaannya sebagai guru menjadi awal pertemuan dengan Liem Kwei Ing. Lim merupakan murid Karmaka yang juga anak dari pemilik bank swasta tertua Indonesia Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank (NISP), Lim Khe Tjie.
Usai menikah tahun 1959, Karmaka resign karena permintaan mertuanya. Berikutnya dia bekerja untuk pabrik tekstil milik temannya di Majalaya, NV Padasuka.
Di sana dia bekerja sebagai manajer efisiensi. Pengalamannya sebagai buruh pabrik membuat pekerjaanya begitu mudah.
Sementara itu menjadi menantu dari pemilik Bank NISP, tak membuatnya ingin mengikuti perkembangan perusahaan tersebut. Bahkan dia juga tak ikut campur saat mertunay pergi cukup lama ke China pada 1960-an.
Namun kepergiaan mertuanya ke China, Karmaka menjadi tempat curhat oleh para pegawai NISP. Ceritanya seputar sesuatu yang aneh di internal dan meminta Karmaka ikut mengatasinya.
Permintaan itu ditolak oleh Karmaka. Pernyataannya tetap sama meski makin banyak pegawai yang mendatanginya.
Baru pada akhirnya tahun 1963 Karmaka menjadi bagian manajemen NISP atas permintaan mertuanya. Ini dilakukan untuk menyelamatkan bank tersebut.
“Saya Kaget. Dalam pembicaraan telepon itu mertua saya marah-marah. Bukan marah kepada saya, tapi kepada orang-orang yang selama ini dia percayai di NISP.” kata Karmaka kepada Dahlan Iskan, dikutip dari Karmaka Surjaudaja: Tidak Ada yang Tidak Bisa (2013).
NISP berubah saat pemiliknya pergi ke China. Mereka membuat promosi pembukaan rekening tabungan mobil tanpa sepengetahuan mertuanya.
Aksi tersebut disebut sebagai penyelewengan mengingat kala itu mobil adalah barang mahal. Uang yang diminta kepada nasabah ternyata digunakan pihak manajemen, bahkan disebut dibawa kabur.
Sejak saat itu dia menjadi bos Bank NIP. Tantangan baru menghadapinya, yakni mengurus bank dari seseorang yang tanpa pengalaman di dunia perbankan serta berlatar belakang guru les dan buruh pabrik dengan lulusan SMA.
Dia berusaha mengatasinya. Salah satunya menemui Presiden Komisaris dan Presiden Direktur NISP dengan bercerita keinginannya untuk membantu membereskan masalah. Namun pernyataan itu diremehkan keduanya karena latar belakang Karmaka.
“Saya akhirnya hanya minta untuk jadi kasir saja,” ujar Karmaka kepada Dahlan Iskan, dikutip dari Karmaka Surjaudaja: Tidak Ada yang Tidak Bisa (2013).
Dari posisi itu memungkinkannya menutup celah korupsi dari oknum manajemen. Namun permintaan itu ditolak karena manajemen enggak Karmaka masuk ke NISP.
Seiring berjalannya waktu, hasil pengusutan menunjukkan ada tindak penyelewengan di NISP. Polisi menyita harta oknum itu termasuk tanah, rumah dan barang.
Karmaka sendiri akhirnya memiliki 43% saham yang dimiliki para oknum. Ini diikui dengan pengangkatan sebagai salah satu Direktur NISP pada 1 Juni 1966.
Puluhan tahun kemudian, NISP sukses dan tumbuh besar hingga akhirnya dilirik oleh bank raksasa asal Singapura, Oversea-Chinese Banking Corporation (OCBC).